Diam Tak Selalu Emas
Tertawa adalah
pekerjaan yang paling mudah. Asal ada pemicu, tentunya raut muka yang tadinya
tegang brrubahriang gembira. Siapa yang tidak suka melihat wwajah yang mampu
menyenangkan hati orang ? terlebih pasangan kita, tentunya jika ia tersenyum.
Bermacam latar senyum dapat kita kembangkan. Misalnya karena kenangan indah
atau lelucon yang dilontarkan oleh teman kita. Tetapi selalu ada satu hal yang
sangat sayaa kagumi. Saya selalu memperhatikan wanita manis berambut sebahu
yang selalu tersenyum manis dan segala keramahannya. Iya benar, itu dalah devi,
aku mengenalnya bersamaan ketika pemilihan anggota organisasi sekolah. Belum
genap satu bulan kita saling sapa, belum terlalu lama untuk sekedar berakata
“kita saling kenal”. Aku enggan berbagi cerita panjang lebar bagiamana kita
bertemu dan sejak kapaan sosoknya menguasai relung pikiran dan menghuni alam
astralku. Teteapi bagaimanapun aku haruss sadar bahwa ia telah dimiiliki oleh
pria jurusan Tekhnik Komputer Jaringan. Pria berbadan tinggi tegak, dengan dagu
lebar dan gaya khasnya. Mungkin itu pria yang tepat untuknya tidak seperti aku
yang biasa-biasa saja. Bahkan aku tidak bisa mengantarmu pulang sekolah menggunakan
kendaraan bermotor seperti dia. Akupun masih belum tahu apakah yang aku rasakan
ini sekedar euphoria semataa atau benar ini yang namanya cinta.
“Hai riff? Gimana nanti ikut rapat ngga?” kata Devi ,gadis yang selama ini aku kagumi secara diam-diam.
“engga tau deh, liat aja nanti”
“yah ko gitu sih ?? datang yaa soalnya kan nanti mau bahas soal pensi”
“lah kan ada anak-anak yang lain,gue absen deh”
“iya sih, Cuma kalo ngga ada lo , ngga seru deh kayanya”
“emang mau banget ya ada gue? hahaha”
“ihh nyebelin......”
“haha yaudah canda dev, nanti dateng deh gue, krna lo aja ya yang minta”
“maacih ariff, lo emang temen terbaik gue deh”
Teman ? katanya hanya sebagai teman. Ucapan singkat itu terasa tertahan didada, menumpuk menjadi segundukan kata-kata yang ingin aku teriakkan, bahwa aku benci selalu dianggap Teman. Aku hanya berharap bisa lebih dari itu, tapi.... yasudahlah begitupun aku bersyukur dapat dekat dengannya.
“iya dev. Yaudah noh cowo lo udah nunggu, samperin gih”
“nanti aja biar dia yang kesini, biar kaya tuan putri gitu dijemput sama pangerannya hehe”
“enakin dev, semerdeka lo aja deh”
“haha iri ya? Makannya punya pacar .. woo” ucap dia dengan nada manjanya itu, sekaligus meledek
kearahku.
“iri ? kaga lah biasa aja”
“iya aja deh buat lo rif”
Gadis itu hanya tersenyum lebar, dan itulah senyum yang selalu aku tunggu. Senyumnya itu, seakan melontarkan berjuta kebahagiaan yang mengundag untuk diraih. Saya terpaku sejenak. Mata perempuan itu besar, berbungkus keloppak mata dan semakin indah ditambah senyum serta keramahannya. Tetapi semua pecah begitu aku melihat tiba-tiba seorang lelaki tinggi menghampirinya. Benar itu adalah kekasihnya, kekasih yang tentunya sangt ia cintai.
“rif gua pulang duluan yah, ucap devi seraya melambaikan tangan padaku.
“iye, hati-hati lo”
Cukup terluka
namun inilah resiko yang harus diterima, bagaimanapunn itu aku tak bisa
meraihnya, apalagi mendapatkannya. Mungkin hanya punggungnyalah yang dapat
kulihat menjauh bersamanya. Dan setiap pertemuan dengannya aku selalu berharap ini
pertemuan lama, agar aku dapat membuatnya nyaman, merasa aman dan bahagia.
Tetapi tenanglah, aku tak ingin merebut kebahagiaannya dengan kekasihnya.
Karena aku tak ingin menjadi orang yang egois dalam posisi ini. Bukan tokoh
Antagonis seperti novel ataupun sinetron.
**
Ruang osis gedung sekolah baru dan dilantai bawah, koridor kelas yang biasa kulalui sama seolah menjadi saksi bagaimana caraku memperhatikannta diam-diam, juga kantin tempat ia berkumpul bersama teman-temannya, dan tentunya bersama kekasihnya. Namun kali ini aku melihat perbedaan dari biasanya. Mungkin aku yang salah atau hanya sekedar Sok-Tahu ku saja, melihat senyumnya tidak biasa dari biasanya. Senyum yang terlihat terpaksa dan diujung lengkung wajahnya terdapat banyak rahasia yang ingin diungkapkan. Devi selalu sibuk dengan ponselnya, dimana selalu menunggu LED pesan masuk , aku ingin bertanya namun aku takut terlalu jauh mencampuri urusannya. Namun disisi lain, perasaanku tidak dapat melihatnya terpuruk. Bagaimana mungkin seseorang dapat membiarkan orang yang dicintainya terpuruk?. Akupun memberanikan diri untuk disampingnya dan menemaninya.
“Lo kenapa? Ngga kaya biasanya.. ”
“hah ? emang keknapa? “
“muke lu kusut banget kaya ketek kakek gue,keriputt banget lecek lagi”
“haha sialan lo. Masa muka gua disamain kaya ketek kake lo”
“haha gitu dong ktawa, emang lu kenapa sebenernya? Cerita dong sama gue”
“gue gapapa ko” ucap devi dengan lembut dan tersenyum tipis.
“jeh, sok-sok.an tegar. Biasanya kalo cwe ngmong gapapa,tandanya dia kenapa-knapa nih”
“sotoy woo.. haha arif sotoy ih males”
“soto mah enak, yang gaenak mah dianggurin sama diboongin”
“tau aja loo.. sering digituin yah? Hahah”
“gue jomblo dev, ya wajar klo dianggurin, diboongin juga sering. Apalagi sama nyokap, dari dulu
katanya mau ngajak keDufan ampe skarang kaga kesampean. PHP banget doi”
“kasian banget lo rif blom pernah kedufan”
“yoi seringnya kepasar malem gue mah haha lo sendiri jangan-jangan lg diboongin ya ? ama siapa ?”
Devi mencubitku dengan pelan dan manja, lalu terdiam sejenak. Mengehela nafas dan melemparkan pandangan lebih jauh dilangit-langit gedung koridor kelas. Aku bisa lihat angin mampir dilehernya yang bersih, berputar-putar mengitarinya ,seakan ia pusat gravitasi untuk unsur-unsur alam disekitarnya. Aku pun mulai merasa ikut berputar diorbitnya. Tetapi aku tak ingin keheningan ini trrjadi terlalu lama. Karena jika ini seperti orbit dan dunia, harus ada suatu hal yang membuat suasana berbeda , bukan hanya sekedar keheningan lama hingga semua berakhir dengan tangisan.
“kenapa diem? Gue salah ya? Soryy deh”
“ngga rif lo ga salah , gue yang salah”
“ko gitu ? kenapa emangnya ?”
“ternyata gaenak ya diboongin, gue lagi ngalamin hal itu”
“tuh kan gue udah duga, emng lo diboongin sama siapa?”
Aku bertanya dengan penuh tanda tanya dan rasa penasaran yang sangat besar. Perempuan itu menunduk, kemudian menarik nafas cukup dalam sehingga bahunya yang kecil tampak terangkat. Ia melumat beberapa menit waktu dalam heningnya, sebelum akhirnya menjawab pertanyaanku.
“ia kemaren cowo gue, dia milih break. Tapi nyatanya dia jadian sama cewe lain. Gue sakit rif gue ga nyangka ternyata dia biisa setega itu sama gue.”
“hah ? serius ? gue juga ga nyangka dia begitu. Lo Cuma asal nebak aja kali, masa dia sejahat itu sama lo”
“ngga rif itu beneran , dan kemaren dia jujur sama gue rif”
“yaudah lo jangan sedih, sekarang lo relain dia, biarin dia pergi”
“sakit rif ditinggalin gini aja, sakitt banget”
“kadang ngeRelain seseorang itu bakaln sama sakitnya kaya lo ditinggalin. Bedanya ngerelain itu adalah atas dasar kkeinginan lo sendiri, bukan pasrah kaya orang ditinggalin”
“emang kalo pasrah kenapa?”
“lo liat noh sampah yang ada di bak sampah, mereka pasrah aja mau digimanain. Lo mau kaya sampah?”
“ngga gue gamau kaya sampah. Terus sekarang gue harus gimana?”
“nangis aja kalo lo mau nangis, nanti akan ada saatnya dia nangis dan nyesel udah ninggalin lo dev”
“kenapa lo bisa ngomong gitu?
“gimana bisa berjalan mulus suatu hubungan kalo awalnya aja ninggalin orang yang tulus?”
“iya rif lo bener juga”
“iyelah, gue kan calon mamang arif Teguh”
“plis deh gausah nyamain lo sama mario teguh, lo beda rif. Kaya langit sama bumi hahaah”
“nah gitu dong senyum sama ketawa, kan manis”
Senyum yang selalu aku tunggu akhirnya terlihat juga , senyum ramah nan manis itu. Namun tetap saja air mata tak sengaja turun dari matanya dan turun semakin banyak. Aku tak bisa melihatnya menangis, mungkin hanya bahuku saja yang dapat kupinjamkan untuk ia bersandar. Aku tahu ia tak butuh banyak nasihat. Ia hanya butuh seseorang untuk mengusir lukanya. Aku bersedia jika ia menginginkan. Namun ini bukanlah cerita seperti FTV , dimana jika seorang gadis sedang patah hati lalu pria berparas cupu dan biasa saja duduk disampingnya dan seenaknya memeluknya atau mengulurkan sapu tangan untuk mengusap air matanya dan mengatakan “aku mencintaimu”. Tidak, ini bukanlah kisah FTV dan ini bukan waktu yang tepat mengucapkan itu.
“nangis aja dev keluarin air mata lo, tapi ingeet besok jangan lo keluarin lagi”
“makasih rif, lo emang temen terbaik gue”
Teman terbaik katanya ......... ahh tentulah seharusnya aku sadar aku haanyalah teamnnya bukans ebagai siapa-siapa. Tapi melihatnya senyum dan baahagiapun sudah cukup bagiku. Asalkan ia senang akupun ikut senang meskipun bukan karenaku. Aku ingin dia bahagia dengan(ku) siapapun itu.
**
Esok pagi setelah kejadian kemarin aku ingin menemuinya dan memastikan ia baik-baik saja dan tetap tersenyum seperti biasanya. Setelah banyak cerita yang ia bagi kepadaku, terutama tentang luka sakit akan dikhianati dan segala hal tentang penyakit jantungnya. Aku takut ia tak kuat menahan semua itu. Aku berusaha mencarinya di kelas dan koridor.
“woyy....." sayup-sayup suara perempuan terdengar dari balik punggungku, dan tepukan pelan yang ia lakukan di bahu terasa sekali.
“eh , ngagetin aje lo dev”
“haha ngapain lo muter-muter koridor kaya orang ilang begitu”
“kaga papa, gue Cuma iseng aja , kali aja gitu ada cewe jurusan Akuntan yang ngelirik gue”
“idih haha najisin banget lo rif, siapa yang mau sama lo..”
“yee, kan kali aja dev. Awas nanti lo nyantol lagi sama gue” sedikit rayuan kulontarkan padanya.
“haha lo kata gue ikan yang nyantol dipancingan gitu”
“kebagusan amat lo ikan, lo mah sepatu bekas yang nyantool di kail nelayan noh”
“haha gitu-gitu pasti lo maksir gue kan?”
“idihh muntah gue dit hahaha”
Ucapku sambil memberikan guyonan padanya. Perkataan yang sebenrnya ingin kujawab dengan lantang “IYA GUE SUKA SAMA LOO BEGOOKK!!! PEKA KEK JADI CEWE” tapi yasudahlah, biar kupendam rasa ini tak perlulah seorang mengetahuinya. Diam seperti inipun sudah cukupbaik untukku, bisa dekat dengannya dan berbincang dengannya.
“yaudah gue ke kantin ya rif. Bye”
“iye pergi lo sono jauh-jauh gausah balik lagi”
“woo jahat haahaha”
“ni gue kasih gopek , pergi lo hahha”
Diapun pergi, seperti biasanya aku hanya bisa melihat punggungnya menjauh secara perlahan. Namun aku senang masih melihat ia baik-baik saja dan masih tetap bisa tersenyum. Namun entah mengapa dibalik senyumnya yang tersungging dan tampak bahagia ketika ia mengingat-ingat mantan kekasihnya. Aku melihat ada yang kosong dimatanya seperti sebuah ruang yang telah ditinggalkan begitu lama oleh penghuninya. Seperti sebuah kenangan yang kehilangan intisarinya, mata devi terlihat kehilangan nyawa, tak bercahaya dan tak secerah seperti yang biasa kulihat. Seperti sama dengan mataku ketika bercermin. Ternyata diam itu tidak selalu seperti emas. Namun akan menjadi emas ketika diam itu dilakukan dengan sedikit omongan dan banyak hal positif yang dilakukan, tepatnya tindakan yang kita lakukan agar berubah menjadi hasil memuaskan. Dan entah sampai kapan diamku ini berubah menjadi diam yang bukan sekedar diam. Dan benar pada akhirnya kediaman akan membuat semua tetap seperti itu, jika tanpa usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar